Mengenal Sandal Tradisional Jepang – Sendal tradisional Jepang pada hari-hari biasa sangat jarang terlihat, biasanya sandal ini dipadukan dengan busana tradisional Jepang. Ada 3 jenis sendal tradisional jepang, yaitu Waraji, Zori dan Geta. Zori adalah sandal yang terbuat dari kayu yang di pernis dan dikenakan dengan menggunakan pakaian atasan kimono pada saat acara-acara resmi. Geta merupakan bakiak kayu yang dipakai dengan yukata informal. Geta paling sering dipakai oleh para pegulat sumo. Kemungkinan besar Anda akan mendengarnya sebelum Anda melihatnya saat mereka membuat suara mendenting yang khas saat pemakainya berjalan. Baca juga : Bisnis Peluang Usaha Franchise dan Waralaba Makanan Jepang.
Sedangkan waraji merupakan sandal yang terbuat dari jerami. Biasa dipakai oleh masyarakat umum. Anda mungkin melihat bhikkhu / pendeta Shinto sesekali memakai waraji. sandal yang terbuat dari tali jerami yang pada dulu merupakan alas kaki standar orang biasa. Ketiga desain sandal tersebut memungkinkan sirkulasi udara mengalir bebas di sekitar kaki, sebuah fitur yang mungkin muncul karena iklim yang lembab di Negara Jepang.
Mengenal Sandal Tradisional Jepang
Seperti di banyak aspek kehidupan, gaya berpakaian bangsawan Jepang zaman dahulu sangat dipengaruhi oleh budaya Tionghoa dan karena itu mereka mengenakan sepatu atau sepatu bot. Geta dan zori berasal dari Periode Heian (794-1192). Geta terbuat dari potongan kayu yang datar dan terdapat dua buah hag (disebut ha, atau gigi) yang mengangkat bagian alas sandal sejauh 4-5cm dari tanah.
Jarak ini sangat cukup agar kimono tidak cepat kotor, meski ashida (sepatu hujan) memiliki hag sepatu setinggi 10cm. Beberapa koki sushi bahkan memakai geta dengan ha / hag yang tingginya sampai 17cm. Sepatu ini bereinkarnasi dalam tren mode pakaian pada akhir 90-an.
Baik geta dan zori memiliki tali sandal, atau disebut juga dengan hanao (thong), hanao berwarna hitam untuk pria dan merah untuk wanita. Zori biasanya dipakai dengan kaus kaki katun putih split-toe yang disebut dengan tabi. Tabi adalah alas kaki pilihan bagi orang-orang yang mengikuti matsuri (festival) di seluruh Jepang. Baca juga : Sanja Matsuri Festival Terbesar di Tokyo
Walaupun pakaian tradisional Jepang sebagian besar tergantikan dengan pakaian bergaya barat, beberapa adat istiadatnya masih bertahan utuh. Yang paling umum adalah praktik melepas sepatu saat memasuki rumah seseorang. Kustomisasi kebudayaan ini adalah kombinasi antara kebersihan dan fakta bahwa lantai tradisional jepang terbuat dari tatami, anyaman jerami yang mudah rusak oleh alas kaki.
Walaupun geta sudah jarang digunakan, lemari sepatu di setiap genkan (lorong pintu masuk rumah) masih disebut dengan getabako (geta box). Ketika anda memasuki genkan, Anda harus melepaskan sepatu dan menaruhnya secara rapih dan miring kesamping menghadap kedalam sebagai etiket formal. Tuan rumah akan memutar sepatu anda dan menempatkannya di tengah sebelum Anda pergi.
Sekarang anak-anak muda di Jepang tidak terlalu menghawatirkan tentang etiket ini lagi. Tapi saat memasuki kuil atau restoran bergaya Jepang, Anda diharapkan untuk melepas sepatu. Banyak restoran dan rumah menyediakan sandal untuk para tamu, meski harus dilepas saat memasuki ruangan yang memiliki lantai tikar tatami. Juga, anda akan mendapatkan sandal khusus untuk digunakan saat ke toilet.
Orang Jepang memiliki pemahaman yang sangat mendalam mengenai bagian-bagian / perbedaan-perbedaan ruangan dalam rumah. Seperti Genkan, semacam pos perbatasan antara dunia luar dan tempat suci di dalam rumah. Para pria pengirim barang mungkin cukup santai ketika masuk ke genkan rumah Anda. Tetapi itu hanya sejauh jarak yang mereka inginkan, dan mereka akan pergi jika anda tidak mengundang mereka untuk masuk.
Hampir selalu ada langkah-langkah yang perlu diperhatikan ketika masuk ke dalam rumah dan bahasa Jepang untuk masuk kedalam rumah secara harfiah berarti “melangkah”. Bahkan saat memasuki rumah Anda sendiri (uchi, yang berarti di dalam), tindakan melepaskan sepatu Anda merupakan simbolis untuk menyingkirkan kekhawatiran dan masalah serta kotoran yang berasal dari dunia luar (soto). “Dosoku de agarikomu” (secara harfiah, masuk ke dalam dengan kaki kotor) adalah sebuah metafora untuk ikut campur tangan tanpa berpikir dahulu kedalam urusan / masalah orang lain.
Sekian informasi mengenai Mengenal Sandal Tradisional Jepang yang sudah kami terjemahkan dan edit ulang dari japan-zone.com. Jika merasa artikel ini bermanfaat, jangan lupa untuk di share ya. Arigatou Gozaimasu.